BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Wednesday, 19 August 2009

Menjelang Wahyu Tiba



Menjelang Wahyu Tiba

Mekah memang nampak tenang. Penduduk bekerja seperti biasa, dan sesekali -terutama bila menghadapi kesulitan-- datang ke Ka'bah untuk menyembah atau menyerahkan korban makanan pada patung-patung atau berhala. Ada lebih 300 patung di sana. Hubal adalah patung terbesar berbentuk laki-laki. Kononnya, patung itu dibuat dari batu akik.

Di perkampungan di luar Mekah, tiga berhala lebih didewakan. Mereka dinamakan Latta, Uzza dan Manat. Ketiga-tiganya adalah patung berupa perempuan. Penyembahan berhala itu bukan saja tidak masuk akal, namun juga tak membuat perilaku masyarakat mengarah pada kebaikan.

Diam-diam penolakan terhadap berhala mulai terjadi. Hal tersebut nyata ketika semua warga berkumpul di Nakhla menghormati Uzza. Beberapa orang menyelinap pergi. Mereka adalah Waraqah bin Naufal, Zaid bin Amr, Usman bin Huwairith serta Ubaidullah bin Jahsy. Mereka cuba mencari kebenaran yang dapat memuaskan dahaga rohani dan pemikirannya.

Waraqah kemudian menjadi pemeluk teguh agama Nasrani. Demikian pula Usman yang pergi ke Romawi. Suatu saat, ia kembali ke Mekah dan berusaha menakluk wilayah Romawi sehingga ia diangkat menjadi Gabenor Romawi di situ. Namun ia dibunuh warga Arab. Ubaidullah sempat masuk Islam dan ikut hijrah ke Mesir, namun ia memutuskan tinggal di sana dan berganti agama menjadi Nasrani. Isterinya, Ummu Habiba, tetap memeluk Islam dan dinikahi Rasulullah SAW setelah Khadijah wafat.

Muhammad s.a.w. telah berinteraksi dengan para pemeluk Nasrani dan Yahudi yang juga mengesakan Sang Pencipta. Secara diam-diam ia menggugat masyarakatnya yang menyembah berhala. Maka, Muhammad s.a.w. pun sering mengasingkan diri ke Gua Hira -tempat yang mempunyai pemandangan indah di puncak bukit batu, 6 km di Utara Mekah. Sepanjang bulan Ramadhan, setiap tahun, Muhammad s.a.w. selalu berada di sana sendirian dengan hanya membawa sedikit bekal. Hati dan fikirannya bergolak mencari kebenaran, sampai terjadilah satu peristiwa.

Saat itu Muhammad s.a.w. berusia 40 tahun. Pada malam yang diyakini sebagai tanggal 17 Ramadhan, 610 Masehi, 'seseorang' yang kemudian diketahui sebagai Malaikat Jibril, mendatanginya di Gua Hira ketika ia tertidur. Malaikat itu mendesaknya. "Bacalah," katanya. "Aku tak bisa membaca," kata Muhammad s.a.w. "Bacalah," seru malaikat itu lagi dengan tangan seraya mencekik Muhammad. "Apa yang akan kubaca?" tanya Muhammad pula.

Selanjutnya, Malaikat itupun mengajarnya untuk membaca ayat-ayat yang kemudian disebut sebagai wahyu pertama bagi Muhammad SAW. "Bacalah! Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan manusia apa yang belum diketahuinya..."

Muhammad s.a.w. gemetar. Ia segera berlari menuruni gunung, pulang menjumpai Khadijah. Khadijah pun membimbing Muhammad s.a.w., menyelimutinya di pembaringan, serta menghiburkan hati suaminya dengan kata-kata.

"Wahai putra pamanku (cara Khadijah memanggil Muhammad s.a.w.), bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia pemegang kendali hidup Khadijah, aku berharap engkau (Muhammad) akan menjadi Nabi atas umat ini. Allah sama sekali tak akan memperolokkanmu, sebab engkau yang mempererat tali kekeluargaan, jujur dalam kata-kata; kau yang mau memikul beban orang lain, menghormati tamu dan menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang benar."

Malam itu, jarum waktu telah bermula. Muhammad s.a.w. telah ditunjuk sebagai Rasul -detik-detik yang memungkinkan kebenaran tersebar ke seluruh alam hingga sekarang. Juga yang membuat para pelaku keonaran dan kemaksiatan terus memusuhi Muhammad s.a.w.

0 comments: