BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Friday, 3 July 2009

RUQAYYAH, Puteri Ke dua

RUQAYYAH, WANITA YANG BERHIJRAH DUA KALI

Ruqayyah dilahirkan ke dunia setelah saudaranya yang bernama Zainab. Tidak selang berapa lama lahirlah saudaranya Ummu Kaltsum sehingga keduanya membesar bersama-sama, berkumpul dan bermain bersama dengan saling menyayangi. Setelah Zainab menikah dengan Abdul Ash bin Ar-rabi’, Ummu Kaltsum dan Ruqayyah pun telah menghampiri usia untuk menikah juga.

Datanglah utusan dari keluarga Abdul Muthalib kepada Nabi , Abu Thalib mengajukan pinangan kedua puteri beliau untuk kedua anaknya Abdul Uzza bin Abdul Muthalib (lebih dikenal dengan nama Abu Lahab) yaitu Utbah dan Utaibah. Ketika itu Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalaam belum diutus menjadi nabi dan rasul. Disetujuilah lamaran itu oleh Rasulullah . Kepada utusan yang mengajukan lamaran itu, beliau minta untuk membicarakan urusan ini kepada keluarga dan (terutama kepada) kedua puterinya sebagai pihak yang akan menjalani pernikahan tersebut.

Khadijah diam tidak memberi sebarang bantahan apapun. Ia khuatir jika menyampaikan suatu pendapat akan membuat kemarahan kepada suaminya. Atau khuatir munculnya prasangka bahwa dia ingin memecah belah kekerabatan antara beliau dengan keluarganya. Sementara kedua puteri Rasulullah (hanya) diam karena perasaan malunya. Akhirnya sempurnalah urusan. Kemudian diselenggarakan pernikahan tersebut dan ayah yang penuh kasih ini mengucapkan keberkahan kepada kedua pengantin dan menyerahkan urusan kebahagiaan keduanya hanya kepada Allah.

Ketika Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalaam mendapat risalah dari Tuhannya dan menyeru kepada ajaran yang benar, datanglah kepada kaum Quraisy ke rumah Abu Lahab dan berkata: ”Sesungguhnya kalian telah selesai urusannya dengan Muhammad maka kembalikanlah anak-anak puterinya kepadanya dan sibukkan dia dengan mereka!” Kemudian Abu Lahab mendatangi rumah kedua anaknya dan mengatakan: ”Haram kepalaku menjadi bagian dari kepala kalian jika kalian berdua tidak menceraikan kedua puteri Muhammad.”

Maka kembalilah kedua gadis itu ke pangkuan orang tuanya dalam keadaan malam pengantin belum sempurna. Tidaklah Abu Lahab dan istrinya (Ummu Jamil si penebar fitnah) merasa cukup dengan apa yang telah diucapkan dan dilakukan kepada Rasulullah. Mereka bahkan melakukan penyerangan secara fisik kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalaam sehingga Allah menurunkan firman-Nya:

”Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah harta bendanya dan apa yang ia uasahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, si pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (Al-Lahab: 1-5)

Bagi rumah tangga yang diliputi dengan keimanan ini, semua ujian yang datang dari Allah tidak menambah kecuali keteguhan dan keutuhan. Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalaam (sebelumnya) telah mengingatkan isterinya yang ikhlas akan hal tersebut (yaitu datangnya berbagai ujian) semenjak hari-hari pertama diutus: ”Sungguh telah berlalu masa bersantai, wahai Khadijah.”

Sadarlah Khadijah yang dimaksud dengan kalimat tersebut dan ia menyiapkan jiwanya untuk berdiri di samping suami sebagai seorang nabi. Selalu diberikannya sokongan moral dan (bahkan) harta benda untuk meringankan beban penderitaan mental dan fisik yang dialami oleh suami tercinta. Sehingga dengan itu lenyaplah berbagai kegelisahan dan kegundahan berganti dengan ketenangan dan ketentraman.

Demikian pula kedua puterinya Ruqayyah dan Ummu Kaltsum memahami apa yang dimaksud ayahnya. Oleh karena itu mereka berdua selalu mentaati bimbingan ayahnya (dalam menghadapi) apa saja yang menimpa mereka di jalan Allah, yaitu persiapan untuk menanggung beban penderitaan dengan segala macam bentuknya.

Maka hilanglah sangkaan si penebar api fitnah dan suaminya (Abu Lahab), dan sangkaan kaum musyirikin Quraisy saat melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam tidak terpengaruh emosinya oleh perbuatan mereka mengembalikan kedua puterinya. Beliau pun tidak mempersulit proses perceraian mereka dan sungguh Allah telah menyelamatkan keduanya dari ujian hidup bersama kedua anak Abu Lahab.

Allah (bahkan) telah mengganti untuk keduanya sesuatu yang lebih baik dari kedua bekas suaminya. Allah pilihkan seorang suami yang shaleh lagi mulia dari kelompok 8 orang yang telah masuk dalam Islam. Dia adalah Utsman bin Affan bin Abil bin Ash bin Umayyah bin Abdi Syams, salah satu dari 10 orang yang diberi khabar dengan syurga sekaligus seorang pemuda Quraisy yang paling baik nasabnya.

Menikahlah Utsman bin Affan dengan Ruqayyah. Sehingga hal ini membuat orang-orang Quraisy semakin membara kemarahannya. Mereka bertambah bingung dengan urusan kelompok kecil manusia yang berada di sekeliling Muhammad. Mereka tidak pernah ragu untuk berkorban baik dengan harta ataupun nyawa.

Gangguan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin (para shahabat) semakin dahsyat sehingga Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam mengizinkan mereka untuk hijrah ke Habasyah dalam rangka menyelamatkan agama dan untuk menghindari fitnah. Dan Utsman bin Affan merupakan orang yang pertama kali berhijrah ke negeri Habasyah. Ia berhijrah bersama isteri tercinta Ruqayyah padahal ketika itu keduanya baru saja melangsungkan pernikahan.

Pemuda bani Umayyah ini meninggalkan tanah kelahiran nenek moyangnya, tempat tinggalnya yang berharga, dan meninggalkan orang-orang yang paling dicintai menuju negeri yang jauh guna melangsungkan kehidupan sebagai oarang yang asing. Akan tetapi (disisinya) ikut serta penyejuk hatinya yaitu anak puteri pemimpin anak Adam, Ruqayyah. Ia memperingankan beban yang ada pada suaminya dengan ucapan: ”Allah akan selalu bersama kita dan bersama orang-orang yang kita tinggalkan meskipun kita terpaksa meninggalkan kedekatan kita dengan Baitul Atiq.”

Ketika sampai di negeri Habasyah mereka disambut dengan hangat oleh Raja Najasyi. Mereka tinggal di sana menikmati kebebasan menjalankan agama dan ibadah kepada Allah. Raja Najasyi tidak menyulitkan keberadaan mereka selama di negerinya. Kecuali apa yang disusupkan oleh kaum Quraisy ke hadapan Najasyi berupa berita-berita tentang keluarga mereka di Mekkah daripada berita tentang penindasan dan siksa yang mereka lakukan.

Hari pun terus berganti. Kaum Muhajirin (di negeri Habasyah) semakin sering mencari berita tentang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam di dalam berdakwah menghadapi kethaghutan kaum musyirikin Quraisy. Saat itu mereka mendengar tentang keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khathtab (yang menyebarkan kaum muslimin yang kuat). Berpindahlah marhalah yang baru sehingga memberikan pengaruh kepada sebagian mereka untuk kembali kepada orang-orang yang dicintai seperti keluarga dan juga tanah kelahiran.

Utsman bin Affan dan istrinya Ruqayyah termasuk orang yang bertekad untuk kembali. Akan tetapi belum sempat kaki mereka menginjak tanah kelahiran, mereka sudah dikejutkan oleh bertambahnya sikap permusuhan orang-orang Quraisy mereka diancam akan dibuat menderita dan akan dibinasakan. Sehingga sebagian kaum Muhajirin berlindung di tempat Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumi dan Abu Thalib bin Abdul Muthalib.

Ruqayyah termasuk orang yang kembali yang paling sedih karena dia dikejutkan oleh kematian ibunya yang tercinta Khadijah. Akan tetapi ia harus bersabar atas Allah yang telah tentukan dan tetapkan dan disifatilah Ruqayyah sebagai seorang wanita muda yang berjihad lagi penyabar.

Tidak lama Ruqayyah tinggal di Mekkah, kaum muslimin sudah melaksanakan hijrah ke Madinah bersama Rasulullah. Pindahlah Ruqayyah disertai suaminya menuju Darul hijrah yang baru dan di sanalah Ruqayyah melahirkan anaknya yang bernama Abdullah sehingga terciptalah kebahagiaan di tengah mereka berdua sebagai pengganti pedihnya adzab yang telah berlalu.

Akan tetapi kegembiraan itu tidak berlangsung lama, karena anak itu meninggal dalam usia 6 tahun disebabkan oleh patukan seekor ayam. Dan kesan kematian anak ini menyebabkan Ruqayyah ditimpa sakit panas yang mengharuskan suami yang penyayang ini tetap tinggal mendampingi isteri dan menjalankan semua urusannya di dalam rumah. Tidak berselang lama Utsman mendengar seruan untuk berjihad dan keluar menuju ke Badar, segeralah bangkit semangatnya untuk turut serta menyambut seruan yang agung itu. Akan tetapi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam memerintahkan kepadanya....

0 comments: