UMMU KULTSUM BINTI RASULULLAH, WANITA YANG TERPENJARA DI LEMBAH
Ia adalah wanita yang memiliki tubuh padat berisi, wajah yang sangat cantik dengan kedua pipi lurus dan panjang (oval). Bapaknya Shalallahu ‘alaihi wassalaam menamakannya Ummu Kultsum. Ia dilahirkan setelah saudarinya (Ruqayyah), sehingga keduanya memiliki pertumbuhan yang sama, sangat dekat dan akrab sertasaling menyayangi seakan-akan seperti saudara kembar.
Saat mencapai usia yang matang, Ruqayyah dan Ummu Kltsum secara bersamaan dilamar oleh kedua anak Abu Lahab yaitu ’Utbah dan ’Utaibah. Tetapi Allah menghendaki kebaikan bagi keduanya, sehingga mereka dikembalikan secara bersama-sama dikarenakan adanya dorongan dari musuh Allah, Abu Lahab yang berkata kepada kedua anaknya: ”Haram kepalaku menjadi bagian dari kedua kepala kalian jika kalian tidak menceraikan kedua anak perempuan Muhammad.”
Demikianlah, dengan perceraian ini Ummu Kultsum selamat dari penderitaan hidup bersama wanita pembawa kayu bakar (istri Abu Lahab). Sebagaimana Ruqayyah juga selamat, yang tidak lama kemudian menikah dengan Utsman bin Affan serta berhijrah bersamnya ke Habasyah. Ummu Kultsum tetap bersama saudarinya yang kecil yaitu Fathimah di rumah ayah mereka Shalallahu ‘alaihi wassalaam di Mekkah menyertai ibu mereka, Khadijah Ummul Mukminin dalam menahan beban kehidupan. Mereka berdua berupaya meringankan gangguan kaum Quraisy yang didapati ayahnya. Tatkala kaum Quraisy telah mencapai titik kemarahan yang paling tinggi, mereka memutuskan untuk melakukan pemboikotan terhadap kaum muslimin dan orang-orang dari Bani Hasyim.
Pemboikotan itu -yang merupakan salah satu bentuk kejahatan- berupa tekanan ekonomi dan pemutusan hubungan kemasyarakatan. Di lembah itu, Ummu Kultsum sebagaiman kaum muslimin lainnya, merasakan penderitaan pemboikotan dan penderitaan karena kelaparan sehingga mereka makan daun-daunan. Mereka mengalami kondisi demikian selama 3 tahun.
Ummu Kultsum pada masa-masa itu menanggung beban tanggungjawab yang sangat besar. Dikarenakan ibunya Khadijah, akibat tekanan pemboikotan tersebut sampai tergeletak di atas tempat tidur karena menderita sakit keras. Sementara saudari kecilnya yaitu Fathimah Az-Zahra membutuhkan penjagaan dan perhatian. Hanya Ummu Kultsum yang merawat ibu dan menjaga saudari kecilnya tersebut serta meringankan penderitaan dan kesedihan ayahnya.
Ketika kaum muslimin terlepas dari pemboikotan, keimanan mereka semakin bertambah dan memiliki kemantapan yang teguhdalm menghadapi ujian yang keras. Sementara itu di dalam rumah Nabi, Khadijah Ummul Mukminin sedang menghadapi saat-saat terakhir dan 3 anak puterinya yaitu Zainab, Ummu Kultsum dan Fathimah mengelilinginya. Suami yang tercinta Shalallahu ‘alaihi wassalaam juga berada di sisinya sambil berupaya meringankan beban sakaratul maut dan memberikan kabar gembira kepadanya tentang kenikmatan yang kekal yang telah Allah janjikan kepadanya.
Pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 dari masa beliau diutus sebagai Rasul, ruh yang suci itu beralih ke sisi Tuhannya I. Sejak itu Ummu Kultsum menjadi penanggung jawab yang utama di rumah Nabi yang mulia itu. Ketika kaum Quraisy mengalami kegagalan dalam upaya penekanan ssecara politik, ekonomi dan kemasyarakatan, muncul ide lain yaitu rencan melakukan pembunuhan terhadap Nabi j. Namun Allah memberitahu beliau tentang makar yang direncanakan para musuh Allah itu secara sembunyi-sembunyi.
Allah memerintahkan Rasulullah untuk berhijrah ke Yasrib (Madinah). Kaum muslimin pun berhijrah ke tempat yang mulia lagi kuat dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalaam berhijrah dengan ditemani shahabatnya Abu Bakar As-Shiddiq. Sedangkan Ummu Kultsum dan Fathimah diperintahkan tetap berada di kota Mekkah. Namun karena sangat mengkhawatirkan keselamatan keduanya, beliau Shalallahu ‘alaihi wassalaam mengutus Zaid bin Haritsah agar mengawal mereka berdua menuju Yasrib.
Setelah 2 tahun di Madinah, Ummu Kultsum menyaksikan ayahnya kembali dari perang Badar dengan membawa mahkota kemenangan. Sebagai ia menyaksikan saudari kandungnya Ruqayyah istri Utsman bin Affan wafat akibat penyakit yang dideritanya.
Pada awal tahun ke-3 Hijriyah, Ummu Kultsum melihat selintas Utsman yang sering mondar-mandir kepada ayahnya untuk mencari hiburan dan bantuan atas kematian istrinya yang sangat dicintai.
Kemudian pada suatu hari Umar Ibnul Khathtab menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam mengadu dan marah terhadap sikap Abu Bakar dan Utsman tatkala dia menawarkan puterinya Hafshah kepada keduanya, tetapi mereka tidak memberikan jawaban sedikitpun. Lalu Ummu Kultsum mendengar bapaknya Shalallahu ‘alaihi wassalaam ketika berkata kepada Umar dengan lemah lembut:
”Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik dari Utsman dan Utsman akan menikah dengan wanita yang lebih baik dari Hafshah.”
Hati Ummu Kultsum bergetar. Denngan kecerdasannya ia mengetahui bahwa dirinya akan menjadi istri Utsman, sebab tidak ada wanita yang lebih baik dari puteri Umar kecuali puteri Nabi.
Saat ia sedang termenung untuk membayangkan kenangan bersama Ruqayyah sebagai teman hidupnya, tiba-tiba ia dipanggil Rasulullah j. Beliau memberitahu kabar pernikahannya dengan Utsman bin Affan.
Akhirnya ikatam pernikahan dengan Utsman pun sempurna. Dan sejak hari itu Rasulullah memberi julukan Utsman bin Affan dengan sebutan Dzunnurain (yang memiliki dua cahaya) karena tidak seorang pun yang telah menurunkan hijab (turun ranjang –pent.) kepada kedua puteri Nabi selain Utsman.
Kemudian Ummu Kultsum beralih ke rumah suaminnya dan hidup bersamanya selama 6 tahun. Selanjutnya ia melihat kemuliaan islam dengan mencapai puncak kemenangan. Ia menyaksikan bapaknya Shalallahu ‘alaihi wassalaam keluar dari satu peperangan ke peperangan yang lain dengan diberi kekuatan dan kemenangan. Suaminya Dzunnurain menyertai dan berjihad dengan jiwa dan hartanya bersama beliau.
Ummu Kultsum mendapati hari kemenangan yang paling besar yaitu ditaklukkannya kota Mekkah. Peristiwa menyebabkan hatinya rindu untuk menziarahi kubur ibunya. Namun belum sampai keinginan itu terwujud, kematian telah mendatanginya pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam membuatkan bantal untuknya di sisi makam kawannya di masa kecil yaitu Ruqayyah. Semoga Allah merahmati Ummu Kultsum. Sesungguhnya ia memiliki andil yang besar dalam memikkul beban dakwah kepada Allah, di mana ia telah merasakan masa-masa yang siksaan, masa-masa dakwah yang sangat sulit dan hari-hari jihad yang sangat keras.
0 comments:
Post a Comment