BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Friday 3 July 2009

ZAINAB AL- KUBRRA

ZAINAB AL- KUBRRA, WANITA YANG MENEBUS SUAMINYA

Zainab dilahirkan 10 tahun sebelum ayahnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalaam diutus sebagai Nabi. Dia adalah anak pertama dari pernikahan beliau dengan Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid. Zainab tumbuh di rumah Nabi dengan diwarnai akhlak dan kebiasaan orang tuanya yang sangat mulia. Ayahnya adalah manusia yang diutus sebagai rahmat bagi alam. Beliau memiliki akhlak yang sangat agung. Begitu pula ibunya, Khadijah sebagai pemimpin wanita di alam ini. Tak heran, dalam hal sifat-sifat yang terpuji Zainab menjadi wanita teladan.

Ketika umurnya masih belia, ia dilamar oleh anak laki-laki bibinya yang bernama Abdul Ash bin Rabi’. Ia penduduk Mekkah yang tergolong mulia dan berharta lagi murni berdarah Quraisy. Dari arah bapak, nasabnya bertemu dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalaam dari sisi Abdu Manaf bin Qushay. Sementara dari arah ibu nasabnya bertemu dengan Zainab puteri Nabi.. dari sisi kakeknya yang paling dekat yaitu Khuwailid. Karena bibi Abdul Ash adalah Halah binti Khuwailid saudarinya Khadijah istri Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalaam.

Abdul ‘Ash mengenal lebih dekat Zainab dan sifat-sifatnya tatkala ia datang ke rumah bibinya. Demikian pula Zainab dan kedua orang tuanya mengenal Abdul Ash memiliki perangai yang bagus. Karena itu, dengan cepat dia disukai oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalaam, Khadijah dan juga oleh Zainab sendiri. Zainab pun kemudian pindah ke rumah suaminya dan di usia yang relatif masih muda ia mampu menumbuhkan kebahagiaan dan kesenangan untuk suaminya. Allah menganugerahkan 2 anak kepada suami istri tersebut (Ali dan Umamah). Dengan hadirnya ke-2 anak itu maka kebahagiaan rumah tangga mereka menjadi sempurna. Di dalamnya penuh dengan kebahagiaan dan ketenangan.

Ketika Abdul Ash dalam sebuah perjalanan, terjadilah peristiwa besar dalam kehidupan manusia, yaitu diangkatnya Muhammad sebagai Rasul. Zainab pun condong kepada dakwah yang disampaikan orang tuanya dan menjadikan agama Allah sebagai jalan dan aturan hidup bagi dirinya.

Ketika suaminya kembali dari perjalanannya, Zainab mengabarkan kepadanya tentang agama baru yang muncul di saat dia pergi. Ia mengira suaminya akan bergegas mengumumkan keislamannya. Namun betapa terkejutnya Zainab ketika mendapati suaminya diam dan lemas mendengar kabar tersebut.

Zainab berupaya menenangkan suaminya dengan berbagai cara. Suaminya kemudian berkata: ”Demi Allah, bagi kami bapakmu bukanlah orang yang tercela. Teapi saya tidak mau dikatakan ’Aku telah merendahkan kaumku dan telah mengkufuri agama bapakku,’ dalam rangka menyenangkan istriku.” Zainab sangat bersedih saat suaminya tidak mau masuk Islam. Kerisauan dan kegelisahan pun segera meliputi suasana rumah mereka dan kebahagiaan pun berubah menjadi seperti ’neraka’.

Zainab tetap tinggal di Mekkah di rumah suaminya. Sementara di sekitarnya tidak ada orang yang meringankan kepedihan karena kedua orang tuanya jauh darinya. Ayah dan shahabat-shahabatnya telah hijrah ke Madinah Munawwarah, ibunya telah kembali kepada Allah dan saudari-saudarinya ikut orang tua menuju negeri hijrah.

Tatkala perang Badar berkobar, kaum musyirikin mengajak Abdul Ash ikut bersama mereka memerangi kaum muslimin. Dalam perang itu ia menjadi tawanan kaum muslimin. Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam memeriksa tawanan perang, Abdul Ash pergi menjauh. Beliau berkata kepada para shahabatnya: ”Berilah wasiat kebaikan kepada para tawanan.”

Kemudian Zainab mengirim tebusan untuk suaminya berupa harta yang diserahkan kepada bapaknya yaitu kalung yang merupakan hadiah dari ibunya (Khadijah) saat ia menikah dengan Abdul ’Ash. Saat melihat kalung tersebut, hati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam berdebar-debar karena ingat istrinya yang selalu menepati janji, yang telah menghadiahkan kalung tersebut kepada puterinya. Dan Zainab tidak memiliki sesuatu yang lebih berharga dari kalung tersebut untuk dijadikan tebusan bagi suaminya. Rasul Shalallahu ‘alaihi wassalaam dan para shahabatnya menundukkan kepalamelihat kejadian yang sangat mengharukan ini.

Setelah lama terdiam, diiringi rasa kasih dan haru beliau Shalallahu ‘alaihi wassalaam berkata kepada para shahabatnya: ”Jika kalian setuju untuk melepaskan dia dan menembalikan tebusan ini kepadanya, maka lakukanlah.” Lalu mereka berkata: ”Ya, wahai Rasulullah. ”Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam kemudian meminta Abdul ’Ash berjanji untuk menceraikan Zainab, karena Islam telah memisahkan keduanya.

Selanjutnya Abdul ’Ash kembali ke Mekkah dan disambut Zainab dengan wajah berseri-seri. Namun wajah Abdul ’Ash justru menampakan kebencian dan kesedihan. Dia berkata sambil menundukkan kepala: ” Saya datang kepadamu adalah untuk menyampaikan perpisahan wahai Zainab.” Rasa senang dan gembira Zainab seketika berubah menjadi kesedihan dan mengalirlah air matanya. Dalam keadaan bingung ia berkata: ”(Engkau) hendak pergi kemana? Kenapa harus demikian, wahai suamiku sayang?”

Sambil memalingkan pandangannya dari Zainab, Abdul ’Ash berkata: ”Yang pergi bukanlah saya wahai Zainab, tetapi engkau. Sesungguhnya ayahmu telah memintaku agar saya mengembalikan engkau kepadanya karena Islam telah memisahkan kita. Saya telah berjanji kepadanya untuk membiarkan engkau pergi dan saya bukan orang yang (suka) membatalkan perjanjian.

Zainab kemudian keluar dari Mekkah dan berpisah dengan Abdul Ash suaminya, dengan perpisahan yang sangat mengharukan. Namun orang-orang Quraisy menghalangi kepergiannya dengan menakuti-nakutinya. Akibat perbuatan orang-orang Quraisy itu, Zainab yang saat itu sedang hamil mengalami keguguran. Ia pun kembali ke Mekkah. Abdul ’Ash menjaga Zainab hingga kekuatannya pulih.

Pada suatu hari tatkala orang-orang Quraisy lengah dalam mengawasi Zainab, Abdul ’Ash membawa Zainab beserta saudaranya (Kinanah bin Rabi’) pergi dari Mekkah dan mengantarkannya ke tempat yang aman di sisi Rasulullah.

(Waktu terus berjalan). (Tak terasa) 6 tahun telah berlalu dengan diiringi berbagai peristiwa besar. Selama dalam penjagaan ayahnya di Madinah Zainab senantiasa berharap agar Allah melapagkan dada Abdul ’Ash menerima Islam.

Pada bulan Jumadil ’Ula tahun ke-6 Hijriyah, Abdul ’Ash datang ke tempat Zainab. Saat membuka pintu, Zainab hampir tidak percaya terhadap apa yang ia lihat. Ia ingin mendekati Abdul ’Ash untuk menyampaikan salam tetapi ia tiba-tiba berhenti. Ia harus memiliki kemantapan (sebelum menerima kembali Abdul ’Ash). Karenanya ia banyak bertanya tentang aqidah dari awal sampai akhir.

Abdul ’Ash kemudian menjawab: ”Wahai Zainab, saya datang ke Yasrib (Madinah) dengan tidak membawa senjata (bukan untuk berperang). Saya keluar hanya untuk berdagang dalam rangka mengembangkan harta pribadi dan untuk beberapa orang Quraisy. Lalu kami berjumpa dengan sekelompok pasukan ayahmu yang di dalamnya ada Zaid bin Haritsah bersama 170 orang. Mereka telah merampas apa saja yang ada pada saya, dan saya (berhasil) melarikan diri. Saya datang kepadamu untuk bersembunyi dan mencari perlindungan.”

Zainab yang merupakan anak dari wanita yang beraqidah mulia ia berkata dengan suara pedih: ”Selamat datang anaknya bibi, selamat datang Abu Ali dan Abu Umamah.”

Tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam shalat fajar, Zainab berdiri sambil berteriak yang sangat keras: ”Wahai manusia, sesungguhnya saya memberikan perlindungan kepada Abdul ’Ash bin Rabi’.”

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam keluar dan berkata: ”apakah kalian mendengar apa yang saya dengar?” Mereka menjawab: ”Ya, wahai Rasulullah.”

Beliau bersabda: ”Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, saya tidak mengetahui apa pun sampai saya mendengarseperti yang kalian dengar. Sedangkan orang-orang yang beriman itu merupakan pelindung atas manusia yang lain. Walaupun ia adalah seorang muslim biasa kedudukannya (yakni sebagai seorang rakyat kecil) yang memberi perlindungan (kepada musuh), dan kami menjamin perlindungan kepada orang yang melindungi (musuh).”

Zainab meminta kepada ayahnya Shalallahu ‘alaihi wassalaam agar mengembalikan barang-barang dan harta Abdul ’Ash. Rasulullah pun keluar ke tempat para shahabatnya dan berkata: ”Sesungguhnya keadaan laki-laki ini sebagaimana yang kalian ketahui dan kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik dan mengembalikan apa yang menjadi miliknya, maka kami menyukai yang demikian itu. Jika kalian enggan, maka itu adalah harta rampasan yang didapat tanpa peperangan dan Allah akan melimpahkan atas kalian. Maka kalian lebih berhak terhadapnya.” Kemudian para shahabat menjawab: ”Kami kembalikan kepadanya wahai Rasulullah!” Lalu mereka mengembalikan semua harta Abdul ’Ash sampai seakan-akan tidak ada yang hilang sedikitpun.

(Setelah itu) Abdul ’Ash meninggalkan Zainab dan kembali ke Mekkah dalam keadaan dirinya memiliki keinginan terhadap sesuatu. Tatkala kaum Quraisy melihat diakembali dengan membawa barang dagangan dan keuntungan, mereka bergembira.

Lalu Abdul ’Ash memberikan hak-hak kepada orang-orang yang berhak, kemudian dia berdiri dan menyeru dengan suara yang sangat tinggi: ”Wahai kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang dari kalian yang ada di sisiku yang belum diambil?” Mereka berkata: ”Tidak ada. Semoga Allah membalas kebaikan kepada engkau. Sesunguhnya kami telah mendapatimu sebagai orang yang selalu menepati janji lagi orang yang mulia.”

Selanjutnya dia berkata: ”Sesungguhnya saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Demi Allah, tidak ada yang mencegah keislaman saya kecuali (saya) khawatir kalian mengira saya ingin memakan harta kalian. Ketika Allah telah menyampaikan (harta tersebut) kepada kalian dan saya telah menyelesaikan (urusannya), maka barulah saya masuk Islam.”

Abdul ’Ash kemudian pergi menuju Madinah dalam keadaan sudah masuk Islam, berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya dan igin bertemu Muhammad dan para shahabatnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam pun mengembalikan Zainab kepadanyadan mereka berdua bersatu kembali. Kegembiraan dan kebahagiaan yang (dahulu) telah ada, kini kembali meliputi rumah mereka. Namun sekarang keduanya dikumpulkan oleh aqidah yang satu yang tidak dicemari oleh sesuatu yang tercela.

Setelah setahun berlalu, terjadilah perpisahan yang sesudahnya tidak ada pertemuan lagi di dunia. Pada permulaan di tahun yang ke-8 Hijriyah, Zainab wafat karena penyakit kekurangan tenaga yang disebabkan kebanyakan darah yang eluar yang terjadi padanya sejak ia hijrah.

Abdul ’Ash pun menangis. Namun dia tetap bersabar sehingga membuat oarang yang ada di sekitarnya ikut menangis. Datanglah ayahnya Shalallahu ‘alaihi wassalaam dalam keadaan sedih. Beliau mempercayakan perawatan jenazah Zainab kepada para wanita dan berkata:

”Mandikanlah ia dengan bilangan yang ganjil, tiga kali atau lima kali. Campurkanlah kapur (wewangian) pada bagian yang akhir atau sedikit kapur (wewangian) Jika kalian telah memandikannya, beritahu aku.” Tatkala selesai memandikan, beliau memberikan sesobek kain dan bersabda: ”Pakailah kain ini untuknya.”

Semoga Allah merahmati Zainab Al-Kubra, puteri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam yang sabar, senantiasa melawan kedzaliman serta berjihad. Semoga Allah membalasnya dengan segala kebaikan.

0 comments: